Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengumumkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang impor dari China. Langkah ini merupakan respons terhadap melimpahnya produk China di pasar yang mengakibatkan kesulitan bagi industri dalam negeri dalam bersaing.
Dilansir Kompas.com, Jumat (5/7/2024), serupa dengan kebijakan yang diterapkan di Uni Eropa pada Juni lalu, yang mengenakan pajak tinggi pada impor kendaraan listrik dari China untuk melindungi produsen lokal. Meski telah ada perundingan, keputusan tersebut tetap merugikan China dengan tarif hingga 37,6 persen pada impor mobil listrik mulai 4 Juli.
Sejak 2018, perang dagang antara China dan Amerika Serikat juga telah menyebabkan saling pajak atas barang impor. Pada Mei lalu, pemerintahan Joe Biden meningkatkan tarif impor dari China sebesar 18 miliar dolar AS. Banyak negara lain juga terkena dampaknya.
Karena banyak negara mengenakan tarif tinggi, industri di China mulai mengalihkan ekspor ke pasar yang tidak menerapkan tarif khusus, seperti ASEAN. Di ASEAN, kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Tiongkok (ACFTA) membuat tarif khusus jarang diterapkan, sehingga kawasan ini menjadi pasar utama bagi ekspor China.
Tingginya subsidi pemerintah China pada industri kendaraan listrik memungkinkan harga produk yang lebih rendah, meski mengalami kerugian. Ini menyebabkan negara-negara seperti Uni Eropa menaikkan tarif impor untuk menyeimbangkan harga di pasar.
Pemerintah Indonesia mungkin perlu menaikkan bea masuk produk China untuk melindungi industri dalam negeri, meski akan ada dampak pada daya beli masyarakat. Penting untuk mempertimbangkan reaksi dari pemerintah China dan kemungkinan adanya diskusi untuk mencari solusi yang lebih baik.